Cerita Awal Mula Usaha Kopi Ala Rakhma Siseria

Kebalikan dari banyak sekali kedai kopi ala luar negeri, ia justru ingin mengangkat kelezatan kopi dari penjuru negeri. Mimpi dan cinta ternyata bisa menghadirkan kesuksesan ke atas pangkuan.

Namun, dua ‘modal’ itu saja tak pernah cukup. Perlu bekal yang jauh lebih besar dibandingkan dengan itu. Begitulah yang dialami Rakhma Sinseria, pemilik Coffee Toffee. Cintanya pada kopi Indonesia dan mimpinya menghidangkan kopi terbaik dari negeri sendiri, mengalahkan sakit hebat yang ia rasakan sewaktu bisnisnya jatuh.

Jatuh Sebelum Berdiri

Adagium bahwa di dunia bisnis tak ada yang pasti, sudah dibuktikan sendiri oleh Pemenang I Lomba Wanita Wirausaha Femina 2010 ini. Hanya dalam waktu satu tahun sehabis pertama membuka Coffee Toffee, 10 gerai cabang pun bangun tegak.

Tak mengherankan,  rasa percaya diri Ria, demikian panggilannya, pun makin berpengaruh. Namun, rasa itu tak bertahan usang. Karena, kurang dari setahun kemudian, semua gerai itu terpaksa ditutup. “Bisa dikatakan, saya hampir melarat  sebab salah perkiraan dan terlalu percaya diri. Saya sampai tidak bisa mengeluarkan uang karyawan selama 3 bulan,” tutur Ria, yang sempat berpikir untuk menutup bisnisnya.

Kesalahan pertama, diakuinya, terletak pada konsep yang kurang matang. Padahal, ia sungguh percaya bisnis ini pasti berhasil. Belakangan, disadarinya bahwa ia kurang tajam membidik calon pelanggan yang mana. Apalagi, abjad gerainya sendiri juga belum terperinci, apakah  gerai take away, atau gerai yang dilengkapi tempat duduk. “Ibarat ABG, waktu itu kami mirip sedang mencari jati diri,” ungkap Ria, yang gerainya sekarang diramaikan oleh pelajar dan mahasiswa.

Pengetahuannya ihwal akuntansi juga belum mencukupi, sehingga ia tak bisa meneliti dengan benar, apakah bisnisnya sehat atau tidak. “Ini ketika-ketika yang cukup menyedot energi dan emosi.

Tapi, saya berusaha tetap hening dan berpikir positif, alasannya adalah percaya bahwa kejatuhan ini yaitu proses menuju keberhasilan. Saya menikmati setiap prosesnya,” kata Ria, yang kemudian melengkapi usahanya dengan orang yang andal di bidangnya, misalnya di divisi marketing communications dan keuangan.

Ria meyakini, tak ada yang salah dengan kopi Indonesia. Itulah yang membuatnya bertahan. Karena tidak memiliki planning cadangan, butuh waktu cukup lama bagi Ria untuk bisa merangkak lagi. Ia memeriksa segala kesalahan dan segera memperbaikinya. Konsep, sajian, harga, dan warna diubahnya. Semua masukan ia terima. Misalnya, perihal rancangan logo pada gelas yang mulanya kurang bagus, kemudian ia percantik. Ria juga menyertakan kuliner pada menu.

Bagi Ria, ilmu matematika yang menyatakan bahwa setengah ditambah setengah sama dengan satu, tidak berlaku dalam kehidupan  berwirausaha. Setengah waktu yang ia habiskan untuk mengorganisir bisnis, ditambah setengah waktu untuk bekerja di perusahaan orang, tidak sama dengan sasaran yang ingin ia capai.

“Yang terjadi ketika itu: keduanya tidak menyanggupi sasaran, sehingga saya mesti secepatnya memutuskan untuk menjalani yang mana,” kata Ria, yang akhirnya menentukan keluar dari perusahaan dan mencurahkan seluruh waktunya untuk Coffee Toffee.

Serupa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *